Nusantara Satu-Provinsi Sumatera Selatan berada di urutan ke-10 dalam kontribusi di sektor ekspor non migas dengan mencatat angka 1.454,40 juta dolar Amerika Serikat atau berkontribusi 0,89% terhadap total ekspor non migas Indonesia senilai 162.810,20 juta US Dolar pada tahun 2018, hal ini sesuai dengan data yang dilansir Badan Pusat Statistik. Untuk itu, Kementerian Pertanian memasukan tiga komoditas unggulan kedalam fokus pembangunan pertanian di Sumsel yakni masing-masing adalah karet, kelapa bulat dan kopi.
Acara ini dihadiri oleh Turut hadir pada acara ini Walikota Palembang, Kapolda Provinsi Sumatera Selatan, Kepala Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Selatan, General Manager PT.Pelindo II cabang Palembang, Kepala Dinas Lingkup Provinsi Sumatera Selatan, Petani dan Eksportir. Dengan narasumber, H. Herman Deru – Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, Ali Jamil, PhD – Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian dan Ir. Bambang Hesti Susilo, M.Sc- Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas Palembang.
“Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden, untuk menggenjot ekspor non migas guna meraup devisa negara, “ kata Ali Jamil, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian saat menyerahkan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan atau Phytosaniatary Certificate, PS sebagai persyaratan ekspor negara mitra dagang di Palembang, Jumat (15/3)
Menurut Jamil, petugas karantina pertanian melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik, memastikan komoditas pertanian tersebut bebas hama dan penyakit. Jika ditemukan adanya investasi hama, maka dilakukan tindakan karantina seperti fumigasi atau tindakan karantina lainnya guna mengeliminasi hama tersebut. Hal ini agar tidak terjadi penolakan saat tiba di negara tujuan.
“Kami berkomitmen lakukan percepatan layanan ekspor komoditas pertanian, tujuannya agar para petani dan pelaku usaha bisa mendapat nilai tambah yang proporsional, selain menjadi masukan devisa bagi negara,” ungkapnya.
Kepala Karantina Pertanian Palembang, Bambang Hesti Susilo memaparkan jumlah komoditas yang diekspor masing-masing adalah karet yang berjumlah 1.108 ton dengan nilai Rp. 21,6 milyar atau setara dengan 1.550.000 USD dengan tujuan Jepang dan Finlandia. Kemudia, komoditas kelapa berjumlah 500 ton dengan nilai Rp.1.3 milyar atau setara dengan 95.000 USD dengan tujuan ke Cina dan komoditas kopi berjumlah 210 ton dengan nilai Rp. 4,2 milyar atau setara dengan 301.770 USD dengan tujuan ke negara Inggris.
“Berdasarkan data sistem aplikasi Perkarantinaan, pada tahun 2018 tercatat ekspor komoditas pertanian dari Propinsi Sumatera Selatan berupa karet sebanyak 249.000 ton dengan nilai Rp. 3.9 triluin, kelapa bulat sebanyak 129.001 ton dengan nilai Rp. 245,1 milyar dan kopi sebanyak 2.195 ton dengan nilai Rp.39,5 milyar,” katanya.
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H. Herman Deru, yang hadir dan melepas ekspor ini, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap semua pihak, khususnya Kementerian Pertanian yang telah melakukan upaya khusus terhadap komoditas unggulan di wilayah kerjanya.
“Pelepasan ekspor adalah momentum untuk menguatkan komitmen kita semua dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari hulu ke hilir. Pelepasan ekspor komoditas pertanian dari Propinsi Sumatera Selatan diharapkan menjadi titik tolak bagi kita semua untuk senantiasa peduli terhadap peningkatan kesejahteraan petani yang merupakan faktor penting dalam upaya kita untuk peningkatan ekspor komoditas pertanian,” ungkapnya.
Bersamaan dengan pelepasan ekspor yang ditandai dengan penyerahan PC kepada masing-masing eksportir yakni : PT. Surya Indo Cocos, PT. Hevea Muara Klingi, dan PT.Budi Wahana, atas nama Kementerian Pertanian, Kepala Barantan juga menyerakan aplikasi peta komoditas pertanian unggulan ekspor bagi Propinsi Sumatera Selatan kepada Gubernur.
IMACE atau Indonesia Maps of Agricultural Commodities Exports ini merupakan aplikasi yang dapat digunakan seluruh pemangku kebijakan baik pusat maupun daerah dalam memetakan potensi ekspor di wilayahnya. Aplikasi yang baru saja di luncurkan oleh Menteri Pertanian, Rabu (13/3/19) ini diharapkan mampu menjadi tools bagi landasan pengambilan kebijakan peningkatan ekspor produk pertanian.
“Kita perjuangkan bersama terkait mapping potensi, efesiensi waktu dan biaya pelaksanaan ekspor agar produk pertanian kita memiliki daya saing dibandingkan dengan sesama negara produsen,” ujarnya. (M. Akip / Rillis)