Nusantara Satu-Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan pihaknya telah melakukan pelarangan ke luar negeri kepada Amin Nuryadi, saksi dalam perkara jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Amin merupakan staf dari tersangka Romahurmuziy atau Romi. Ia dicekal selama enam bulan ke depan sejak 29 Juni 2019.
“KPK telah mengirimkan surat ke Imigrasi tentang permintaan pelarangan ke luar negeri terhadap seorang saksi bernama Amin Nuryadi, Staf RMY selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 29 Juni 2019,” kata Febri di Jakarta, Sabtu (20/7).
Penyidikan kepada Romi sebagai tersangka dalam perkara ini masih berlanjut. Oleh karenanya, pencegahan kepada Amin dinilai perlu oleh KPK.”Pencegahan ke luar negeri ini diperlukan agar sewaktu-waktu saksi dibutuhkan keterangannya, ybs sedang tidak berada di luar negeri,” jelas Febri.
Terlebih, dalam persidangan dua tersangka lainnya, yakni Haris Hasanudin dan Muafaq Wirahadi. Jaksa penuntut umum KPK mendapati temuan adanya aliran dana ke pihak lain di kasus ini. Temuan itu nantinya akan dielaborasi oleh KPK dengan pertimbangan hakim. Itu diperlukan untuk mempertegas temuan baru aliran dana yang ditemukan oleh jaksa.
“Kami juga perlu melihat fakta-fakta lain, misalnya terkait aliran dana pada pihak yang lain ataupun pihak-pihak yang diduga bersama-sama itu perlu kami tunggu pertimbangan hakim,” tukas Febri.
Menyoal pencekalan kepada Amin, Febri enggan membeberkannya lebih lanjut apakah Amin merupakan pihak yang menerima, memberi atau sebagai perantara dalam suap jual beli jabatan tersebut. “Kalau secara spesifik tentu belum bisa saya sampaikan,” pungkasnya.
Dalam perkara ini, Romi diduga menerima uang suap sejumlah Rp250 juta dari Haris, sedangkan Muafaq memberikan uang senilai Rp91,4 juta kepada Romi.
Uang suap itu merupakan komisi yang diberikan oleh Haris dan Muafaq lantaran Romi merupakan Ketua Umum PPP. Jabatan Romi itu dinilai dapat memengaruhi Menteri Agama, Lukman Saifuddin, yang merupakan kader PPP.
Atas dugaan itu, Romi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Media Indonesia / OL-6)