Nusantara Satu-Pasca pelaksaan Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden 2019 suasana kebatinan bangsa Indonesia benar benar di aduk aduk sampai berada di titik nadir. Rasa saling tidak percaya, rasa saling curiga sesama rakyat sungguh terasa dalam pergaulan hidup rakyat, Sabtu (1/6).
Rakyat seolah olah terkotak kotak dalam kelompok kelompok yang saling mempertahankan ego masing masing. Puncak dari semua itu akhirnya terjadi pada 22 dan 23 mei 2019 dimana terjadi kerusuhan yang menelan sedikitnya 8 orang meninggal dunia dan ratusan luka luka.
Edi Susilo, Sekjen Presnas, Perhimpunan Pancasila mengungkapkan, belum cukup suasana kebatinan bangsa Indonesia di aduk aduk, pasca kerusuhan tiba tiba di beberapa wilayah muncul isu untuk memisahkan diri dengan Negara kesatuan Republik Indonesia ada beberapa yang sempat Ramai menjadi perbincangan publik atau muncul kepermukaan salah satunya tentang Referendum Nangro Aceh Darussalam.
“Padahal sebelumnya jauh sebelum pilpres suasana kebatinan bangsa Indonesia sudah diaduk dengan mencuatnya upaya mendirikan Negara khilafah untuk mengganti negera yang berdasarkan Pancasila ini,” ungkapnya.
Lanjut Edi, Bung Karno, sebagai penggali pancasila dari bumi Indonesia ini pernah menyampiakan dalam salah satu pidatonya “Tetapi Republik Indonesia menghadapkan kita dengan satu keadaan jang istimewa. Rakjat adalah beraneka ragam, beraneka adat, beraneka ethnologi. Rakjat yang demikian itu membutuhkan satu “dasar pemersatu”. Dasar pemersatu itu adalah Pantjasila.” [Ir. Sukarno, dalam suatu sambutan tanggal 17 Agustus 1955]
“Jika kita melihat mengapa dalam lambang Garuda Pancasila Nampak kaki-kaki, jemari yang kokoh dan kuku-kuku yang tajam burung garuda mencengkeram slogan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu Jua,”katanya.
Edi menambahkan, Cengkeraman erat cakar Garuda itu seakan melambangkan bahwa Indonesia yang bersatu harus dijaga dengan sekuat tenaga mengingat begitu beraneka-ragamnya suku ras golongan agama dan budaya yang membentuk republik ini.
“Cengkeraman itu seakan peringatan bahwa persatuan Indonesia berada dalam posisi yang rentan yang sewaktu-waktu bisa berada dalam ancaman disintegrasi Namun di balik itu semua Persatuan Indonesia sebarnya menjadi kunci dan pedoman penting jika kita menginginkan Indonesia yang Maju, berdaulat, adil dan makmur,”ungkapnya.
Bahwa hanya persatuan lah bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang berdaulat adil makmur. Sejarah telah menjatat ketika selama berabad abad kita saling bercerai berai maka kolonialisme menjajah bangsa Indonesia.
Selain itu menurut kami bangsa ini harus kembali menggiatkan upaya upaya kembali memupuk secara bersama sama tentang penajaman idiologi berbangsa nya. Jika kita melihat pasca reformasi sampai sekarang bangsa ini abai terhadap proses penanaman idiologi berbangsa.
Itulah yang menyebab Blank generation, generasi kosong yang tidak mengenal jadidiri bangsa nya. Wajar jika selama 21 tahun ini generasi muda kita sangat mudah di ombang ambing kan dan sangat mudah di masuki oleh berbagai idiologi yang bisa mengoyak rasa kebatinan kita dalam berbangsa. Sehingga semangat disintegrasi bangsa tumbuh dimana mana. Bahkan melahirkan rencana mengganti bentuk Negara.
Melihat dan beranjak dari situasi obyektive di atas. Maka pada peringatan ke 74 hari lahir pancasila ini kami. Presidium Nasional Perhimpunan Pancasila menyatakan.1. Kepada Pemerintahan Republik Indonesia kami menyerukan untuk kembali mewajibkan penyelenggaraan kursus kursus Pancasila di setia lavel Institusi pemerintahan dan Institusi Pendidikan untuk kembali membumikan Pancasila sebagai philosophisce grondslag (filosofi dasar) bangsa Indonesia. 2. Mengajak semua elemen masyarakat untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia sebab hanya dengan persatuan, keadilan dan kemakmuran bangsa indonesia dapat terwujud. (Desta Nur Khoiriyah)