Nusantara Satu-Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, dalam acara Koordinasi Pelaksanaan Model Desa/Kelurahan Bebas Pornografi Anak di Jakarta, Selasa (03/09/2019), berulang kali menekankan pentingnya melindungi anak dari bahaya pornografi. Bentuk perlindungan bukan hanya pendampingan terhadap penggunaan gawai dan internet oleh orangtua, melainkan juga upaya antisipatif agar anak tidak menjadi korban eksploitasi seksual secara online.
“Indonesia belum memiliki konsep antisipatif 50 tahun yang lalu, bahwa perubahan sains dan teknologi akan berkembang begitu cepat seperti saat ini dan membawa dampak dan perilaku baru bagi masyarakat terutama anak. Di rumah, di sekolah, di mana-mana, anak-anak begitu bergantung dengan gawai dan internet sedangkan bahaya pornografi mengancam mereka. Indoensia sudah darurat pornografi. Kita harus menjaga anak-anak kita,”ungkapnya.
Menteri Yohana menjelaskan secara global, trend anak-anak yang menjadi korban pornografi terus meningkat secara signifikan. Dari data The NCMEC Cybertipline menyebutkan lebih dari 7,5 juta laporan eksploitasi seksual anak dalam 20 tahun terakhir dan meningkat pesat dalam lima tahun terakhir.
Merespon fakta tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan ECPAT Indonesia melakukan upaya pencegahan dan penanganan pornografi anak sejak pada level pemerintah Desa/Kelurahan, dengan mencanangkan 8 (delapan) Desa/Kelurahan Bebas Pornografi Anak. Desa/keluarahan tersebut yakni di : 2 (dua) Desa di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Nagari Lubuk Basung, Nagari Sungai Pua). 2 (dua) Desa di Kabupaten Bangka Tengah (Desa Lubuk Pabrik, Desa Sungai Selatan Atas). 2 (dua) Desa di Kabupaten Pangkalanbun (Desa Pasir Panjang, Desa Pangakalan Satu), Kelurahan Nunhila di Kota Kupang, dan Kelurahan Maccini Parang di Kota Makassar.
Di sisi lain, Menteri Yohana menerangkan, Kemen PPPA telah bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memerangi pornografi dan mencegah eksploitasi seksual anak secara online, seperti melakukan MOU dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, untuk mendampingi dan membentuk fasilitator bagi desa yang telah mencanangkan sebagai desa/kelurahan bebas pornografi.
“Marilah kita serius untuk memperhatikan dampak pornografi ini. Kalau kita biarkan, anak-anak akan jadi korban teknologi ke depan, jangan sampai ini terjadi. 8 (delapan) desa dan Kelurahan sebagai model percontohan dan rujukan bagi desa lainnya membentuk lingkungan bebas pornografi bagi anak. Tujuannya, menciptakan harmonisasi dan sinergitas bersama dalam mencegah pornografi pada anak dan itu adalah salah satu konsep antisipatif yang kita bangun untuk masa depan anak-anak kita,” jelas Menteri Yohana.
Pencanangan Desa/Kelurahan bebas pornografi anak merupakan langkah awal pemerintah untuk mewujudkan Desa/Kelurahan yang memiliki regulasi dan kebijakan yang melindungi anak dari paparan atau objek pornografi. Dalam kegiatan koordinasi tersebut, turut hadir pula Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA bapak Nahar, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi bapak Antonius Malau, Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ibu Harlina Sulistyorini, Bupati Kabupaten Agam, Wakil Bupati Kab, Bangka Tengah, Wakil Walikota Kupang, dan perwaiklan Dinas PPPA Kota Makassar dan Kalimantan dan Kalimantan Tengah, serta perwakilan K/L, LSM, NGO dan media.
Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian, mengatakan, ECPAT International dalam studi globalnya tentang “Trends in Online Child Sexual Abuse Material tahun 2018 menyebutkan adanya peningkatan dari waktu ke waktu terkait kasus kriminal kejahatan materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi anak atau pornografi anak, khususnya terkait penyebarluasan gambar pornografi yang dibuat sendiri oleh remaja dan tersebar secara online.
“Tahun 2018 menyebutkan adanya peningkatan dari waktu ke waktu terkait kasus kriminal kejahatan materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi anak atau pornografi anak, khususnya terkait penyebarluasan gambar pornografi yang dibuat sendiri oleh remaja dan tersebar secara online,”ujarnya. (Imam Sudrajat)