Nusantara Satu-Aliansi untuk Indonesia Cerdas melakukan aksi demo ke Kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel). Mereka mengajukan lima tuntutan kepada Gubernur terkait dunia pendidikan di Sumsel, Senin (13/5)
Kelima tuntuan tersebut adalah Pertama sekolah tempat berlajar, bukan pasar, tempat mencari untung. Selanjutnya kedua, tolak segala bentuk pungutan bertopeng komite dengan alasan apapun. Ketiga tolak kebijakan sekolah berbayar, keempat maksimalkan anggaran pendidikan minimal 20 persen sesuai amanat undang-undang, dan kelima transparansi pengelolaan dana BOS.
Kelima tuntutan tersebut diajukan atas dasar janji Gubernur Sumsel, Herman Deru, yang akan menghidupkan Sekolah Gratis. Tapi Gubernur Sumsel menetapkan 29 SMAN boleh melakukan pungutan biaya perbulan atau SPP kepada siswa.
Koordinator Aksi, Ade Indra Chaniago, mengatakan, ada unsur kapitalisasi dalam dunia pendidikan, dengan adanya pungutan yang dilakukan SMAN unggulan.
“Kalau memang unggulan, dia memang layak mendapatkan itu. Tapi persoalannya adalah orang-orang didalam itu yang tidak layak, ini harus dibenahi. Jadi ada kapitalisasi, ini namanya bukan mencerdaskan kehidupan bangsa,”ungkapnya.
Ade menuturkan, pihaknya sepakat memang ada kalau ada unggulan, tapi orang yang punya kapasitas intelektual unggul. Bukan orang yang tidak unggul masuk kesana dan menikmati fasilitas di sana.
“Anggaran pendidikan di Sumsel ada di angkan 10 persen. Kita mau 20 persen. Itu seusai dengan amanat Undang-undang. Apa, inilah yang akan menyelesaikan aneka ragam persoalan pungli, soal sumbangan, persoalan-persoalan infrastruktur dan yang lainnya. Janganla masyarakat lagi-lagi dikorbankan,”katanya.
Menanggapi tuntutan pendemo, Gubernur Sumsel, Herman Deru, mengatakan bahwa keinginan dirinya bahwa sekolah gratis harus benar-benar gratis dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Sumsel.
“Aku ngomong, kalau gratis, iyo gratis nian. Jangan gratis tapi idak gratis, itu ado rujukannya. Ado Pergub, Nomor 409 itu ngatokan Sumsel sekolah gratis, itu dengan pembiayaan. 2017-2018 terjadi keterlambatan pembayaran. Waktu itu aku belum jadi Gubernur, ada 9 bulan tidak di bayar, terjadi keterlambatan. Komite bermusyawarah untuk memperpanjang proses pendidikan, akhirnya diputuskan memungut sumbangan,”ungkapnya.
Gubernur Sumsel, menjelaskan, dirinya dilantik 1 oktober, dan dia sebagai Gubernur, harus membayar Triwulan itu lebih kurang 96 milyar. Oleh sebab itu, guru dan komite mencari celah untuk menanggulangi.
“Sejak 2009, Program Sekolah Gratis (PSG) setiap siswa dinilai bantuan provinsi, karena saat itu ada pos APBD dari KAbupatan/kota, setiap siswa pertahun dinilai 58 ribu atau 700 ribu persiswa pertahun. Tapi saat sekarang angkanya 58 ribu dibanding 10 tahun yang lalu. Tentu nominalnya sama namun harganya akan berbeda dilapangan,”katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dari 437 sekolah ini, dirinya ingin gratis. Tapi alangkah enaknya kalau yang ber-AC, mau gratis, dibandingkan dengan masyarakat yang ada di Muratara.
“Soal ada pungutan tersebut, saya tidak pernah ditandatangi Pergub soal tersebut. Pasalnya, pergubnya belum naik masih wacana, kita ingin duduk satu meja dengan dewan pendidikan. Saya terima dengan baik masukan dan sarannya, kita ingin sumsel ini bukan hanya gratis tapi kualitasnya lebih baik,”ujarnya. (Yanti)